Refleksi Kehidupan Omkacili
Hidup manusia dilahirkan
ke bumi nan fana ini sangatlah berbeda dengan ciptaan mahkluk lainnya, dimana
manusia hidup disitulah perubahan dan pola pikir akan dengan sendirinya
terkilas membayangkan “Untuk apa Ku dilahirkan ? dan “ Apa yang harus Ku
lakukan ?. Ia akan melangkah ke depan, menuju tujuan yang harus dipilhnya.
Begitu banyak dan beragam pilihan hidup yang harus ditempuh oleh setiap insan
dalam hidup ini.
Diantara
beragam pilihan hidup, saya memantapkan hati untuk menekuni profesi yang jarang
dipilih orang dengan tidak melihat profesi tersebut dari segi besarnya
penghasilan, bukan pula dari sudut pandang materi. Pilihan hidup ini didasarkan
atas kehendak hati yang berpegang pada filosofi bahwa manusia hidup haruslah
bermanfaat bagi sesama. Sehebat apapun manusia, jika tanpa dukung, peran orang
lain, hidup akan tidak berguna.
Saya
lahir di desa Ranowangko, Kabupaten Minahasa, pada 9 Desember 1989. Saya anak
ketiga dari tiga bersaudara, Keluarga Repi – Supit. Sejak kecil saya adalah
anak yang aktif, dikategorikan anak “nakal”
tapi banyak akal, sulit di ajak
untuk tidur siang dan melakukan hal-hal yang tidak pantas untuk anak – anak
seumur saya kala itu. Jika hati ini jujur untuk mengungkapkan, sesungguhnya
saya adalah anak yang di lahirkan dari keluarga yang serba sederhana dan
tergolong keluarga yang “susah” . Tanah,
rumah kita tinggal semasa itupun hanya milik orang lain. Hidup berpinda-pinda
dan kami anak-anak lahir di tempat yang berbeda.
Saya
dan kakak sering ditinggal pergi oleh Orang Tua, karena mereka harus selalu
berusaha mencari nafkah ke perkebunan hanya untuk makan seharian dan mencari
biaya untuk kita bersekolah. Tapi saya bangga kepada kedua Orang Tua Ku.
“Mereka lebih mementingkan anak-anak mereka untuk bersekolah dari pada harta
dan perut mereka sendiri”.
Kehidupan
harus terus berlanjut, saya akhirnya bisa merambah pendidikan SD Negeri 2
Tombariri, lantas merampungkan pendidikan di SMP Negeri 1 Tombariri, setamat
SMP, saya memilih sekolah di SMA Negeri 1 Tombariri, tiga tahun lamanya
mengenyam pendidikan di desa Ranowangko Kecamatan Tombariri tersebut hingga
akhirnya berhasil menamatkan pendidikan.
Setelah
menggenggam Ijazah SMA, sebenarnya saya ingin melanjutkan pendidikan ke
Fakultas Bahasa dan Sastra, namun cita-cita tersebut terpaksa kandas karena
gagal dalam seleksi penerimaan calon mahasiswa Universitas Negeri Manado
(UNIMA), gelombang pertama saat itu. Akhirnya saya mendaftarkan kembali ke
UNIMA, gelombang ke dua penerimaan calon mahasiswa baru, saya di terima sebagai
mahasiswa di Program Pendidikan Luar Biasa.
Hari-hari
perkuliahan di fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Manado saya tekuni
dan serius menggali ilmu yang kelah akan dijadikan bekal dalam mengajar
anak-anak yang memiliki kekurangan. Saya terlalu yakin bahwa bangku kuliah yang
saya tekuni akan menghasilkan sarjana-sarjana yang siap mengabdikan diri di
sekolah luar biasa guna untuk mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.
Sejak
2007 hingga 2011 saya menimba ilmu dengan bersungguh hati, hari-hari
perkuliahan benar-benar dimanfaatkan secara maksimal guna merampungkan studi.
Di sela-sela waktu kuliah saya menyempatkan diri untuk aktif diberbagai “Communitas” baik di lingkungan kampus maupun di luar
kampus.
Ketika
libur, saya mencari tambahan uang untuk biaya perkuliahan dan kebutuhan
perkuliahan, guna untuk meringankan beban orangtua dengan bekerja sebagai teknisi
komputer di beberapa “warnet”,
Membuka pengetikan di lingkungan kos-kosan dengan bermodalkan wawasan yang
didapat secara ”otodidak”, namun
keberanian dan semakin banyak relasi kerja, aktifitas pun berlanjut sampai
kepercayaan diri akan kerja serta tanggung jawab tertanam dalam hidup ini.
Saya
tidak ingin di kategorikan orang yang memamerkan kebolehan melainkan saya hanya
ingin menceritakan pengalaman bahwa hidup dalam bersosial dengan sesama akan
mendapatkan wawasan yang baru, asalkan kita tulus dan serius menjalaninya.
Comments
Post a Comment